Lingkungan
Lumba-Lumba Ditemukan Mati di Bekasi, Apa Penyebabnya?
Nasib tragis seekor lumba-lumba di Bekasi menimbulkan pertanyaan besar, apa sebenarnya penyebab kematiannya yang mengkhawatirkan ini? Temukan jawabannya di sini.
Kami baru-baru ini menghadapi insiden yang mengkhawatirkan di Bekasi dengan penemuan bangkai lumba-lumba, sepanjang kira-kira 1,5 meter, mengapung dekat pagar bambu. Nelayan setempat menduga ia terjebak dalam jaring ikan selama setidaknya satu hari. Meskipun ada spekulasi tentang tabrakan kapal, terjerat tampaknya adalah penyebab yang paling masuk akal. Kejadian ini menyoroti tren yang mengganggu mengenai keamanan kehidupan laut, mengungkapkan celah kritis dalam upaya pemantauan dan konservasi. Sangat penting untuk mengadopsi praktik berkelanjutan untuk melindungi spesies ini. Jika kita menelisik lebih dalam, kita akan menemukan implikasi yang lebih luas bagi ekosistem laut kita dan tanggung jawab komunitas.
Penemuan Bangkai Lumba-Lumba
Pada tanggal 22 Januari 2025, bangkai seekor lumba-lumba ditemukan mengambang di pagar bambu di laut Bekasi, menimbulkan pertanyaan mendesak tentang kesehatan ekosistem laut lokal. Kejadian ini, yang merupakan penemuan bangkai lumba-lumba pertama yang tercatat di area Bekasi, menyoroti kondisi kehidupan laut yang genting dan perlunya strategi konservasi laut yang efektif.
Nelayan setempat telah mengamati bangkai tersebut sejak 21 Januari, menunjukkan bahwa lumba-lumba tersebut telah berada di air untuk periode waktu yang lama, menunjukkan tanda-tanda pembusukan, khususnya pada hidung, mata, dan punggungnya.
Lumba-lumba tersebut, dengan panjang sekitar 1,5 meter, kemungkinan merupakan spesies asli perairan ini. Keterlibatannya dalam jaring penangkap ikan, yang ditunjukkan oleh lokasinya dekat dengan penghalang pantai yang tidak biasa bagi jenisnya, meningkatkan kekhawatiran tentang ancaman yang meningkat dari praktik perikanan.
Kehadiran bangkai seperti itu tidak hanya menandakan distres ekologis yang segera tetapi juga menekankan implikasi yang lebih luas bagi ekosistem laut kita. Saat kita merenungkan peristiwa tragis ini, menjadi jelas bahwa kita harus bersatu dalam komitmen kita untuk melindungi lautan kita, memastikan bahwa spesies lumba-lumba dan kehidupan laut lainnya dapat berkembang di habitat alami mereka bebas dari bahaya yang disebabkan oleh manusia.
Menyelidiki Penyebab Kematian
Penyelidikan terhadap penyebab kematian lumba-lumba yang ditemukan di Bekasi sangat penting untuk memahami ancaman yang dihadapi kehidupan laut di wilayah tersebut. Nelayan lokal melaporkan bahwa lumba-lumba tersebut kemungkinan besar mati karena terjerat dalam jaring ikan, yang sesuai dengan bukti fisik yang diamati pada bangkai tersebut. Mengingat bahwa lumba-lumba tersebut telah terjebak selama setidaknya sehari sebelum ditemukan, kondisinya kemungkinan memburuk dengan cepat akibat efek jeratan, yang membatasi gerakan dan mengakibatkan stres serta kemungkinan tenggelam.
Selain itu, pengamatan Markum menunjukkan bahwa lumba-lumba biasanya menghuni perairan yang lebih dalam, sekitar lima kilometer dari penghalang pantai. Kedekatan yang tidak biasa ini dengan pagar laut menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana lumba-lumba tersebut berakhir dalam kondisi yang berbahaya. Meskipun ada spekulasi tentang kemungkinan tabrakan kapal yang berkontribusi pada kematiannya, teori jeratan tetap lebih didukung oleh laporan lokal.
Kurangnya penyelidikan dan respons segera dari pihak berwenang menunjukkan kesenjangan yang signifikan dalam pemantauan kesehatan hewan laut. Tanpa pemeriksaan menyeluruh, kita berisiko mengabaikan faktor kritis yang mempengaruhi ekosistem laut dan keamanan makhluk megah ini.
Sangat penting untuk mengatasi masalah ini untuk melindungi keanekaragaman hayati laut kita dan memastikan kelangsungan hidup spesies seperti lumba-lumba.
Dampak Lingkungan dan Komunitas
Memahami implikasi dari kematian lumba-lumba melampaui tragedi langsung; ini mencerminkan masalah komunitas dan lingkungan yang lebih luas yang menuntut perhatian kita. Insiden ini telah mengungkapkan kekhawatiran serius mengenai keselamatan kehidupan laut dan dampak merugikan dari praktik penangkapan ikan saat ini terhadap ekosistem lokal.
Lumba-lumba, yang biasanya tinggal lima kilometer dari pantai, kini menjadi terjerat dalam jaring ikan dan bertabrakan dengan kapal, memicu peringatan mendesak tentang pelestarian habitat. Sebagai anggota komunitas, kita harus mengakui bahwa tindakan kita secara langsung mempengaruhi lingkungan laut. Peningkatan kesadaran tentang praktik berkelanjutan sangat penting.
Kelompok lingkungan mendorong regulasi yang lebih ketat untuk melindungi spesies rentan, seperti lumba-lumba, yang diklasifikasikan sebagai mamalia yang dilindungi. Ini meminta tanggung jawab kolektif dalam mengadopsi metode penangkapan ikan yang lebih bijaksana dan memantau kesehatan laut.
Selain itu, menumbuhkan kesadaran komunitas tentang konservasi laut sangat penting. Dengan mendidik diri kita sendiri dan orang lain, kita dapat memastikan keselamatan kehidupan laut dan mempromosikan keanekaragaman hayati di daerah pesisir seperti Bekasi.
Saatnya kita terlibat dalam diskusi yang bermakna dan mengambil langkah nyata menuju praktik berkelanjutan yang melindungi ekosistem berharga kita sambil memberikan kebebasan bagi kehidupan laut dan mata pencaharian komunitas kita.
Lingkungan
Kebakaran di LA Meluas: Titik Api Baru Teridentifikasi, 30.000 Penduduk Diminta Mengungsi
Ulah lewatkan informasi penting tentang kebakaran yang semakin meluas di LA dan bagaimana Anda bisa membantu, simak selengkapnya di sini.
Kami menghadapi situasi kritis di LA saat Kebakaran Hughes terus meluas, membakar lebih dari 3.800 hektar dan memaksa evakuasi lebih dari 31.000 penduduk. Angin Santa Ana yang kencang dan vegetasi yang kering telah memperparah api, membuat jalur evakuasi seperti penutupan I-5 menjadi rumit. Para pemadam kebakaran yang berani, berjumlah sekitar 4.000, sedang berjuang melawan beberapa kebakaran di wilayah tersebut, menggunakan dukungan udara untuk melindungi rumah-rumah. Urgensi sangat terasa, dengan kecemasan menyebar di antara penduduk yang khawatir tentang harta benda mereka. Dukungan komunitas sangat vital saat ini, dan jika Anda terus bersama kami, Anda akan menemukan lebih banyak tentang cara membantu dan tetap terinformasi.
Situasi Kebakaran Saat Ini
Situasi di utara Los Angeles sangat genting karena Hughes Fire mengalami eskalasi cepat, menghabiskan lebih dari 3.800 hektar dalam beberapa jam sejak terjadi pada tanggal 22 Januari 2025.
Perilaku api sangat mengkhawatirkan, didorong oleh angin Santa Ana yang kencang dan vegetasi yang sangat kering, akibat delapan bulan tanpa hujan yang signifikan. Dengan lebih dari 31.000 penduduk di area Castaic diperintahkan untuk mengungsi, urgensi situasi ini tidak dapat diremehkan.
Tantangan evakuasi meningkat seiring penutupan jalan bebas hambatan I5, mengganggu rute transportasi utama. Penutupan ini tidak hanya mempersulit proses evakuasi tetapi juga upaya pemadaman kebakaran, dengan sekitar 4.000 pemadam kebakaran yang berjuang melawan beberapa kebakaran yang sedang berlangsung di wilayah tersebut, termasuk kebakaran Eaton dan Palisades.
Pergerakan cepat Hughes Fire menciptakan rasa panik dan ketidakpastian.
Ketika kita menghadapi krisis ini bersama-sama, kita harus tetap waspada dan terinformasi. Kami mendorong semua orang untuk mematuhi perintah evakuasi dan tetap mendapatkan informasi terbaru tentang perkembangan kebakaran.
Keteguhan bersama kita dalam menghadapi tantangan ini dapat membuat perbedaan, dan bersama-sama, kita dapat berupaya untuk keselamatan dan terbebas dari situasi yang menghancurkan ini.
Dampak pada Penduduk
Di tengah kekacauan Kebakaran Hughes, warga menghadapi stres dan ketidakpastian yang tak terbayangkan. Lebih dari 31.000 dari kami di dekat Castaic diperintahkan untuk mengungsi karena api cepat menyebar, membakar lebih dari 3.800 hektar dalam beberapa jam saja. Kerugian yang mengancam ini sangat membebani hati kami, dan laporan tentang gangguan emosional meningkat. Pemikiran kehilangan rumah dan barang-barang berharga kami sangat menakutkan.
Untuk membantu kami menghadapi krisis ini, inisiatif dukungan komunitas telah bermunculan. Organisasi lokal bergerak untuk mengumpulkan sumber daya guna membantu mereka yang terlantar, memastikan kami memiliki kebutuhan pokok selama masa yang penuh gejolak ini. Otoritas lokal mendorong pengungsian melalui kehadiran polisi dan kampanye informasi publik, dengan mengutamakan keselamatan kami di atas segalanya.
Berikut adalah gambaran situasi saat ini:
Dampak | Detail |
---|---|
Penduduk yang Mengungsi | Lebih dari 31.000 penduduk diperintahkan mengungsi |
Gangguan Emosional | Kecemasan atas potensi kehilangan rumah |
Pemindahan Tahanan | 500 tahanan dipindahkan dari Penjara Pitchess |
Dukungan Komunitas | Inisiatif yang menyediakan sumber daya untuk yang terlantar |
Saat kita menghadapi krisis ini bersama, kekuatan komunitas kami terlihat, mengingatkan kami bahwa kami tidak sendirian.
Upaya Tanggap Darurat
Saat kita menghadapi beban emosional dari Kebakaran Hughes, komunitas kita menyaksikan respons darurat yang kuat untuk mengatasi situasi yang semakin memburuk. Sekitar 4.000 pemadam kebakaran berada di garis depan, menggunakan taktik pemadaman kebakaran canggih untuk melawan api yang tak kenal lelah. Dukungan udara, termasuk helikopter yang menjatuhkan bahan kimia penahan api, sangat penting dalam melindungi rumah kita dan menghentikan penyebaran api.
Prosedur evakuasi telah diterapkan dengan cepat, mempengaruhi sekitar 31.000 penduduk. Kami bangga dengan upaya koordinasi untuk memastikan keselamatan semua orang, termasuk evakuasi Pusat Penahanan Pitchess, di mana 500 narapidana dipindahkan ke fasilitas yang lebih aman.
Ini adalah bukti ketahanan komunitas kami dan komitmen untuk melindungi satu sama lain. Tempat penampungan darurat sedang didirikan, menyediakan tempat perlindungan bagi mereka yang terlantar oleh kebakaran. Inisiatif dukungan komunitas juga sedang bergerak, menawarkan bantuan penting kepada keluarga dan individu yang terdampak.
Setiap dari kita memainkan peran penting dalam respons ini, baik itu dengan sukarela, menyumbangkan perlengkapan, atau hanya memeriksa tetangga kita. Bersama-sama, kita sedang menavigasi krisis ini, mewujudkan semangat kebebasan dan solidaritas yang mendefinisikan komunitas kita.
Mari kita terus berdiri kuat dan mendukung satu sama lain melalui masa-masa yang menantang ini.
Lingkungan
Hadi Tjahjanto Membahas Masalah SHGB Pesisir Tangerang
Ibrahim Tjahjanto mengungkapkan kontroversi sertifikat SHGB di Tangerang, tetapi apa dampaknya terhadap pengelolaan sumber daya pesisir ke depan?
Kami memahami bahwa Hadi Tjahjanto baru-baru ini menanggapi isu kontroversial mengenai sertifikat tanah di sepanjang pesisir Tangerang, yang telah menimbulkan kekhawatiran publik yang signifikan. Penyelidikan yang dilakukan oleh ATR/BPN terfokus pada 263 sertifikat yang diduga melanggar peraturan pesisir. Tjahjanto menekankan bahwa ia tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang SHGB dan menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap panduan prosedural. Tuntutan akan transparansi telah meningkat di kalangan masyarakat, yang menginginkan pengelolaan tanah yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyelidikan yang sedang berlangsung ini mungkin akan mengarah pada perubahan kebijakan yang mempengaruhi pengelolaan sumber daya pesisir di masa depan. Masih banyak yang perlu diungkap tentang situasi yang berkembang ini.
Latar Belakang Kontroversi
Kontroversi mengenai pagar pesisir Tangerang bermula dari penerbitan sertifikat tanah yang mencakup sepanjang 30 km perairan pantai, menimbulkan kekhawatiran publik yang signifikan.
Sorotan terbaru terhadap sertifikasi pesisir ini telah mengungkapkan potensi anomali tanah, yang merujuk pada ketidaksesuaian dalam pemosisian dan pemetaan tanah yang dapat mempengaruhi daerah pesisir dan sungai. Situasi ini menjadi sangat kontroversial ketika terungkap bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sedang menyelidiki keabsahan sertifikat tanah tersebut, yang diduga melanggar perairan milik negara.
Mantan Menteri Hadi Tjahjanto hanya mengetahui masalah tersebut setelah isu ini populer di media sosial, menonjolkan peranan diskusi publik dalam mengungkap kelalaian pemerintah.
Seiring meningkatnya pengawasan terhadap penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (SHM), warga semakin menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari otoritas. Tuntutan yang berkembang untuk kejelasan mencerminkan keinginan yang lebih luas untuk penggunaan tanah yang dibenarkan yang menghormati kepentingan publik dan lingkungan.
Pada akhirnya, kita harus tetap waspada dalam mendukung praktik adil dalam pengelolaan pesisir untuk memastikan bahwa sumber daya alam kita dilestarikan dan dapat diakses oleh generasi mendatang.
Pernyataan Dari Pejabat Utama
Di tengah kontroversi yang berlangsung, pejabat kunci mulai mengungkapkan pandangan mereka tentang penerbitan sertifikat tanah yang terkait dengan pagar pantai Tangerang.
Mantan Menteri Hadi Tjahjanto menyatakan ketidaktahuannya tentang Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) sampai pemberitaan media menyoroti masalah tersebut. Ia menekankan pentingnya mengikuti pedoman prosedural yang benar dalam pengelolaan tanah dan mendesak agar menghormati penyelidikan yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Menteri Nusron Wahid mengonfirmasi bahwa ada 263 sertifikat tanah di area pesisir, yang meliputi 234 untuk PT Intan Agung Makmur dan 20 untuk PT Cahaya Inti Sentosa.
Selain itu, mantan Menteri ATR Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya SHGB atau SHM yang dikeluarkan selama masa jabatannya dan meminta penyelidikan yang menyeluruh.
Tanggapan resmi ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian yang mengkhawatirkan mengenai proses sertifikasi untuk pagar pantai, menonjolkan kebutuhan akan transparansi dalam praktik pengelolaan tanah:
- Seruan untuk mematuhi pedoman prosedural
- Kebutuhan akan penyelidikan yang berkelanjutan
- Pentingnya kesadaran publik
- Keperluan mendesak akan akuntabilitas dalam keputusan penggunaan tanah
Tindakan dan Investigasi Saat Ini
Menanggapi kontroversi yang sedang berlangsung, kita menyaksikan penyelidikan aktif oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terhadap sertifikat tanah yang terkait dengan pagar pesisir Tangerang.
Penyelidikan ini berfokus pada memastikan kepatuhan terhadap regulasi pesisir dan menilai legitimasi dari 263 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan 17 sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah dikonfirmasi di area tersebut.
ATR/BPN secara teliti mengecek kembali sertifikat-sertifikat ini terhadap data geo-spasial dan pemetaan, khususnya untuk melihat apakah mereka sejalan dengan batasan pesisir yang telah ditetapkan.
Pemeriksaan menyeluruh ini bertujuan untuk memperjelas setiap ketidaksesuaian dalam legitimasi tanah yang mungkin muncul dari proses penerbitan yang tidak tepat.
Selain itu, badan pengawasan internal pemerintah juga terlibat, mengawasi prosedur penerbitan dan mengatasi pelanggaran etika di antara para pejabat.
Dengan mengutamakan transparansi dalam proses tinjauan mereka, ATR/BPN berupaya untuk menjaga kepercayaan publik dan meredakan kekhawatiran komunitas tentang pengelolaan tanah dan pengembangan pesisir.
Seiring berkembangnya penyelidikan, kami tetap berkomitmen untuk menjaga komunitas tetap terinformasi dan terlibat, mengakui pentingnya penggunaan tanah yang sah dalam melestarikan lingkungan pesisir kita.
Lingkungan
Titiek Soeharto dan Trenggono Terlibat dalam Pembongkaran Pagar Laut dengan Tank Amfibi
Berkaitan dengan upaya menjaga lingkungan, Titiek Soeharto dan Trenggono terlibat dalam kegiatan yang mengejutkan dengan penggunaan tank amfibi. Apa dampaknya bagi nelayan lokal?
Pada tanggal 22 Januari 2025, kami mengamati Titiek Soeharto dan Trenggono yang aktif berpartisipasi dalam pembongkaran pagar laut bambu sepanjang 30,16 km di Tangerang, Indonesia. Operasi ini, yang melibatkan 2.623 personel, menyoroti keprihatinan lingkungan dan mengganggu perikanan lokal. Penggunaan tiga tank amfibi menegaskan upaya koordinasi militer dan pemerintah yang bertujuan untuk memulihkan habitat laut. Sekitar 3.888 nelayan dan komunitas mereka merasakan dampaknya karena rute penangkapan ikan tradisional terhalang. Inisiatif ini menekankan kebutuhan akan praktik berkelanjutan dan keterlibatan komunitas dalam proyek-proyek lingkungan masa depan. Masih banyak lagi yang bisa dibagikan tentang implikasi lebih luas dari peristiwa penting ini.
Tinjauan Acara
Pada tanggal 22 Januari 2025, kita menyaksikan sebuah inisiatif lingkungan yang signifikan di Tangerang, Indonesia, saat pembongkaran pagar laut bambu sepanjang 30,16 kilometer menjadi sorotan utama. Peristiwa ini menunjukkan kesadaran yang meningkat akan kebutuhan pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dan pentingnya pemulihan ekosistem alami.
Pagar bambu, yang awalnya ditempatkan untuk perlindungan pesisir, memiliki dampak lingkungan yang tidak diinginkan, berpotensi mengganggu habitat laut dan perikanan lokal.
Operasi pembongkaran melibatkan koordinasi usaha yang mengesankan, dengan partisipasi 2.623 personel dari berbagai sektor, termasuk TNI AL, pemerintah lokal, dan nelayan. Menggunakan peralatan berat seperti tank amfibi LVT 7 dan kapal tunda, operasi ini meliputi enam kecamatan—Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga.
Pendekatan kolaboratif ini meningkatkan signifikansi acara tersebut, mempromosikan rasa kepemilikan komunitas atas sumber daya pesisir.
Selain itu, pengamatan publik dan liputan media dari peristiwa tersebut meningkatkan transparansi dan mendorong keterlibatan komunitas dalam isu-isu lingkungan. Dengan membongkar pagar laut bambu, kita mengambil langkah penting menuju pemulihan ekosistem pesisir dan memastikan keberlanjutan kehidupan laut untuk generasi yang akan datang.
Inisiatif ini berfungsi sebagai harapan bagi proyek serupa di wilayah lain.
Peserta Kunci dan Peralatan
Dalam operasi pembongkaran, berbagai macam peserta dan peralatan memainkan peran penting dalam menjamin keberhasilannya. Kita menyaksikan kolaborasi antara kekuatan militer dan pemerintah, dengan total 2.623 personil yang terlibat. Para peserta meliputi:
- Personil TNI AL: 753 anggota yang menyediakan keahlian militer.
- Personil KKP: 450 orang yang fokus pada pengelolaan pesisir.
- Nelayan Lokal: 233 perahu yang berkontribusi, menunjukkan keterlibatan masyarakat.
- Koordinator Sipil: Memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan strategi yang efektif.
Jenis peralatan yang digunakan juga krusial. Ada 33 kapal dari TNI AL dan 11 dari KKP, bersama dengan tiga tank amfibi LVT 7 yang menyediakan dukungan transportasi dan operasional.
Selain itu, peralatan berat seperti kapal tunda, perahu karet, dan becho amfibi dikerahkan untuk memfasilitasi pembongkaran sistematis pagar laut.
Koordinasi strategis antara berbagai entitas, mencakup sektor militer dan sipil, memastikan efisiensi dan kepatuhan terhadap regulasi pengelolaan pesisir.
Upaya kolaboratif ini menekankan pentingnya peran setiap peserta dan jenis peralatan yang diperlukan untuk keberhasilan operasi, menunjukkan pendekatan yang terpadu dalam mengatasi masalah pesisir.
Dampak pada Komunitas Lokal
Pembongkaran pagar laut tidak hanya melibatkan tantangan logistik dan operasional tetapi juga membawa dampak signifikan bagi komunitas lokal. Sekitar 3,888 nelayan, bersama dengan sekitar 21,950 individu dalam komunitas pesisir, terpengaruh langsung oleh pembatasan yang diberlakukan pada area perikanan yang vital.
Saat kita meneliti dampaknya, menjadi jelas bahwa hak-hak perikanan dari nelayan lokal ini telah terganggu, menyebabkan penurunan mata pencaharian mereka. Dengan rute perikanan tradisional yang terhalang, banyak yang kesulitan untuk mempertahankan keluarga mereka dan menjaga stabilitas ekonomi mereka.
Situasi ini menyoroti kebutuhan mendesak akan ketahanan komunitas, karena penduduk bersatu untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Selain itu, kekhawatiran tentang kerusakan ekologi yang mungkin terjadi semakin meningkat, dengan kekhawatiran bahwa proses pembongkaran dapat mengganggu ekosistem laut, sehingga membahayakan perikanan lokal lebih lanjut.
Pemerintah lokal berada di bawah tekanan besar untuk menemukan solusi yang mendukung penduduk yang terdampak. Kita harus mendukung tindakan yang tidak hanya mengembalikan akses ke area perikanan tetapi juga mempromosikan praktik berkelanjutan untuk melindungi lingkungan laut kita.
Dengan demikian, kita dapat bekerja menuju masa depan di mana hak-hak perikanan dan ketahanan komunitas diprioritaskan, memastikan bahwa komunitas pesisir kita berkembang.
-
Ekonomi1 bulan ago
Tantangan Ekonomi Jakarta: Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas dan Biaya Hidup Tinggi
-
Kriminalitas6 hari ago
Osima Yukari Hilang dalam Kebakaran Plaza Glodok
-
Kriminalitas3 hari ago
Polisi Menyita Aset Senilai Puluhan Miliar, Raja Judi Online Zeus Akhirnya Ditangkap
-
Politik3 hari ago
Penduduk Gaza Memenuhi Alun-Alun As-Saraya saat 3 Tahanan Israel Kembali ke Rumah
-
Lingkungan3 hari ago
Nelayan Gorontalo Menemukan Ikan Coelacanth Kuno, Berikut Penjelasan Lengkap dari Para Ahli BRIN
-
Kriminalitas3 hari ago
Pelaku Pembunuhan Satpam di Bogor Menawarkan Rp 5 Juta untuk Menutupi Kasus
-
Lingkungan1 hari ago
Titiek Soeharto dan Trenggono Terlibat dalam Pembongkaran Pagar Laut dengan Tank Amfibi
-
Politik3 hari ago
Video Viral Menolak Jabat Tangan di Istana, Begini Respon Hashim dan Maruarar