Ekonomi
China di Ambang ‘Apokalips Populasi’, Pemerintah Segera Mengambil Tindakan
Melihat penurunan tingkat kelahiran di China yang mengkhawatirkan, tindakan terburu-buru pemerintah menimbulkan pertanyaan tentang masa depan masyarakat dan ekonomi negara tersebut.

Saat kita memeriksa krisis populasi China, jelas bahwa tingkat kelahiran negara itu telah anjlok menjadi 1,0 kelahiran per wanita, jauh di bawah tingkat penggantian 2,1. Penurunan ini menandakan pergeseran demografis mendesak yang mengancam untuk mengubah struktur masyarakat Tiongkok.
Implikasi dari tren ini sangat mendalam, terutama ketika kita mempertimbangkan penurunan proyeksi populasi usia kerja, yang diperkirakan akan turun dari 70% menjadi 64% pada tahun 2040. Penurunan seperti itu menimbulkan kekhawatiran serius tentang keberlanjutan tenaga kerja dan ekonomi.
Pemerintah China, mengakui betapa seriusnya situasi ini, telah memulai berbagai inisiatif yang bertujuan untuk membalikkan penurunan tingkat kelahiran. Inisiatif-inisiatif ini termasuk meningkatkan tunjangan minimum untuk lansia dan memperluas layanan untuk wanita hamil.
Meskipun upaya ini mungkin tampak menjanjikan, kita harus bertanya pada diri kita sendiri apakah mereka dapat secara efektif mengatasi perubahan sosial mendasar yang berkontribusi pada krisis tersebut. Penghentian Kebijakan Satu Anak belum menghasilkan lonjakan kelahiran; sebaliknya, kita melihat penurunan tingkat pernikahan dan peningkatan tingkat perceraian, menunjukkan pergeseran dalam sikap masyarakat terhadap keluarga dan pengasuhan anak.
Para ahli memperingatkan bahwa tanpa intervensi yang efektif, China bisa menghadapi “apokalips populasi.” Populasi yang menua menimbulkan tantangan ekonomi jangka panjang, seperti tenaga kerja yang mengecil yang berjuang untuk mendukung demografis yang semakin tua.
Skenario ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan dan produktivitas ekonomi. Saat tenaga kerja berkurang, begitu pula sumber daya yang tersedia untuk mendukung layanan sosial, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi. Implikasi ini melampaui sekadar angka; mereka menyentuh pada struktur masyarakat dan kesejahteraan generasi mendatang.
Saat kita merenungkan tantangan-tantangan ini, kita juga harus mempertimbangkan potensi untuk inovasi dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Mendorong budaya yang menghargai keluarga dan keberlanjutan anak bisa sangat penting dalam membalikkan tren ini.
Namun, ini membutuhkan perubahan tidak hanya dalam kebijakan tetapi juga dalam persepsi publik. Kita perlu membina lingkungan di mana membesarkan anak-anak dilihat sebagai usaha yang layak dan menguntungkan.
-
Budaya1 minggu ago
Farhan Mengatakan Dedi Mulyadi Mengusulkan untuk Membongkar Teras Cihampelas, Warisan Ridwan Kamil
-
Politik1 minggu ago
Fadli Zon mengatakan bahwa Menulis Ulang Sejarah Bukanlah Proyek Baru
-
Wisata1 minggu ago
BP Haji Kawal Wacana Pendirian Kampung Haji Indonesia Di Arab Saudi
-
Wisata6 hari ago
Puan Minta RI Jangan Diam Jika Brasil Ajukan Kasus Juliana ke Jalur Hukum
-
Ekonomi6 hari ago
Rp2.000 Triliun Investasi Dibatalkan Masuk Indonesia Selama Era Jokowi, Apa yang Salah?
-
Lingkungan1 minggu ago
Walikota Bandung Farhan Frustrasi Karena Konflik Kebun Binatang Bandung yang Belum Terselesaikan
-
Ekonomi3 hari ago
Pengaruh Trump dan Federal Reserve, Rupiah Melemah ke Rp16.205 per Dolar
-
Politik3 hari ago
Klannya Luh dari Menantu Jenderal, Saudara Kandung Duta Besar, hingga Keponakan Bos Pertambangan & Bursa